Wartaindonesia.net, Lubuklinggau, Jumat, 23 Mei 2025 – Dunia pendidikan Kota Lubuklinggau dikejutkan oleh mencuatnya dugaan kasus pencabulan dan pemerasan seksual yang dilakukan oleh seorang oknum guru berstatus PNS di SMK Negeri 1 Kota Lubuklinggau. Perilaku menjijikkan ini, jika terbukti benar, bukan hanya pelanggaran etik dan hukum, melainkan juga pengkhianatan terhadap peran guru sebagai pendidik, pelindung, dan pembentuk karakter anak bangsa.
Siswa dan siswi yang menjadi korban secara psikologis mengalami tekanan hebat, hingga akhirnya memunculkan keberanian untuk bersuara. Ini bukan hanya persoalan individual, melainkan refleksi dari bobroknya sistem pengawasan dan ketimpangan relasi kuasa di lingkungan pendidikan.
Sebagai Organisasi Kepemudaaan yang juga menaungi adik-adik pelajar serta konsisten menyuarakan isu-isu pendidikan dan kepentingan generasi muda, Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa Pemuda Pancasila (SAPMA PP) Kota Lubuklinggau menyatakan sikap tegas: Pecat dan Usut Tuntas, proses hukum secara terbuka, dan jatuhkan sanksi seberat-beratnya kepada pelaku.
“Kami bukan hanya organisasi kepemudaan biasa. Kami adalah bagian dari denyut nadi pendidikan yang berkomitmen terhadap keselamatan mental dan moral peserta didik. Ketika ada adik-adik pelajar yang jadi korban, maka kami akan berdiri paling depan untuk memastikan suara mereka tidak dibungkam, dan hak mereka dipulihkan,” tegas, Ahmad Jumali Prayogi Ketua Umum SAPMA, Melalui Rendy Darma Sebagai Pengurus Cabang SAPMA PP Kota Lubuklinggau.
Tindakan pelecehan seksual oleh tenaga pendidik adalah bentuk kejahatan yang harus dikategorikan sebagai Predatorisme institusional — di mana pelaku memanfaatkan posisi formal dan relasi kuasa untuk memangsa anak didiknya. Ini adalah bentuk kekerasan struktural dan sistemik yang tidak dapat ditoleransi dalam bentuk apa pun.
Fakta bahwa aksi ini memicu keberanian kolektif siswa untuk melakukan aksi massa membuktikan satu hal: sistem pengawasan dan pelaporan internal di sekolah gagal total. Tidak ada mekanisme aman bagi korban untuk melapor, dan tidak ada jaminan bahwa suara mereka akan didengar tanpa tekanan.
Kami SAPMA PP Lubuklinggau telah mengkaji Landasan Hukumnya bahwa tidak boleh ada kekebalan Hukum terhadap Pelaku.
SAPMA PP menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendekatan administratif atau disipliner internal. Ini adalah tindak pidana berat yang harus diproses dengan serius di bawah hukum negara. Berikut adalah beberapa pasal yang dapat dikenakan terhadap pelaku menurut hasil kajian kami :
1. Pasal 289 hingga 296 KUHP yang mengatur tentang perbuatan cabul, pemaksaan, dan pelecehan seksual dengan ancaman pidana hingga 12 tahun penjara.
2. Pasal 294 KUHP secara khusus menyasar pelaku yang memiliki kekuasaan atau tanggung jawab atas korban, termasuk guru terhadap murid.
3. UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menjamin perlindungan korban, restitusi, dan pemulihan menyeluruh atas trauma psikologis.
4. UU Perlindungan Anak No. 35 Tahun 2014, bila korban masih di bawah umur.
5. UU ASN No. 5 Tahun 2014, memungkinkan pelaku diberhentikan tidak hormat sebagai bentuk pertanggungjawaban administratif dan moral.
Maka dengan Kami SAPMA Pemuda Pancasila Kota Lubuklinggau Menuntut:
1. Tangkap dan tahan pelaku!
2. Proses hukum secara terbuka dan transparan di bawah pengawasan publik.
3. Berikan perlindungan hukum, psikologis, dan sosial kepada korban.
4. Evaluasi total sistem pengawasan guru di SMK Negeri 1 dan sekolah-sekolah lainnya di Lubuklinggau.
5. Libatkan lembaga independen dan organisasi pelajar dalam membentuk Satgas Pencegahan Kekerasan Seksual di lingkungan pendidikan.
6. Copot dan periksa semua pihak yang lalai, termasuk kepala sekolah dan pembina siswa.
Pendidikan Tidak Boleh Jadi Medan Pembiaran Kekerasan, Guru adalah penjaga moral peradaban. Bila guru menjadi pelaku kejahatan, maka pendidikan sedang dalam krisis akut. Kita tidak hanya kehilangan kepercayaan publik, tapi juga menghancurkan masa depan generasi penerus.
SAPMA PP mengingatkan seluruh elemen masyarakat bahwa Diam adalah bentuk pengkhianatan dan Membiarkan adalah bentuk kejahatan serta melindungi pelaku adalah kejahatan yang tak terampuni.
Kami akan terus mengawal kasus ini hingga keadilan benar-benar ditegakkan. Demi adik-adik pelajar, demi dunia pendidikan, dan demi masa depan bangsa.
Comment